Berikut
adalah Tulisan Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan [1]
Merayakan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
bid’ah, karena perayaan tersebut tidak ada dasarnya dalam Kitab dan Sunnah,
juga dalam perbuatan Salaf Shalih dan generasi-generasi pilihan terdahulu.
Perayaan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru terjadi setelah abad ke
empat Hijriyah.
Imam Abu Ja’far Tajuddin berkata : “Saya tidak tahu bahwa
perayaan ini mempunyai dasar dalam Kitab dan Sunnah, dan tidak ada pula
keterangan yang dinukil bahwa hal tersebut pernah dilakukan oleh seorang dari
para ulama yang merupakan panutan dalam beragama, yang sangat kuat dan
berpegang teguh terhada atsar (keterangan) generasi terdahulu. Perayaan itu
tiada lain adalah bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang yang todak punya
pekerjaan dan merupakan tempat pelampiasan nafsu yang sangat dimanfaatkan oleh
orang-orang yang hobi makan.” [2]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Begitu pula
praktek yang diada-adakan oleh sebagian manusia, baik karena hanya meniru
orang-orang Nashrani sehubungan dengan kelahiran Nabi Isa ‘alaihis salam atau
karena alasan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka
menjadikan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sebuah
perayaan. Padahal tanggal kelahirna beliau masih menjadi ajang perselisihan.
Dalam hal semacam ini belum pernah dilakukan oleh ulama salaf (terdahulu). Jika
sekiranya hal tersebut baik memang merupakan kebaikan yang murni atau merupakan
pendapat yang kuat, tentu mereka itu akan lebih berhak (pasti) melakukannya
daripada kita, sebab mereka itu lebih cinta dan lebih hormat pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada kita. Sebenarnya, kecintaan dan
penghormatan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tercermin dalam
meniru, mentaati, dan mengikuti perintah beliau, menghidupkan sunnah beliau
baik lahir maupun batin dan menyebarkan agama yang dibawanya, serta
memperjuangkannya dengan hati, tangan, dan lisan. Begitulah jalan generasi awal
terdahulu, dari kaum Muhajirin, Anshar, dan Tabi’in yang mengikuti mereka
dengan baik.” [3]
[1] Diambil dari Terjemahan Kitab Tauhid Jilid III, Syaikh Shalih
Fauzan, Darul Haq
[2]
Risalatul Maurid fi Amalil Maulid
[3]
Iqtidha’ Shiratul Mustaqim (1/615)
WAHABI........
BalasHapusJANGAN BELAJAR AGAMA DARI 'MUJASSIMAH' weiiiii.....
BalasHapus