Berdasarkan dalil umum yang menganjurkan berdzikir dalam keadaan
suci.
Adapun hadits yang menyatakan “Tidak sah mengumandangkan adzan
kecuali orang yang berwudhu” adalah hadits yang tidak shahih.
Seluruh fuqaha sepakat, jika muadzin
mengumandangkan adzan dalam keadaan berhadats kecil, maka adzannya sah. Demikian
pula jika muadzin dalam keadaan junub (adzannya sah), menurut pendapat yang
shahih. Karena tidak ada satu dalil yang pun yang melarangnya. Lagi pula, orang
yang junub itu tidak najis. Sementara Ahmad dan Ishaq melarangnya.[1]
2.
Adzan sambil berdiri.
Para ulama
sepakat tentang disunnahkannya bagi muadzin untk berdiri saat mengumandangkan
adzan, kecuali jika sedang sakit. Jika demikian kondisinya, ia boleh adzan
sambil duduk. Namun Malik, al-Auza’i dan Ashabur Ra’yi menilai makruh
mengumandangkan adzan sambil duduk secara mutlak [2].
Telah disebutkan dalam hadits Ibnu
Umar, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Berdirilah,
wahal Bilal, lalu kumandangkan adzan!”.
Dalam Hadits Abdullah bin Zaid, “Aku
bermimpi seolah-olah ada seseorang yang sedang berdiri…lalu ia adzan dua-dua
dan iqamah dua-dua.”[3]
3.
Menghadap kiblat
Para ulama sepakat bahwa disunnahkan adzan menghadap kiblat[4]. Ada
sejumlah hadits yang diriwayatkan tentang masalah ini, namun hadits-hadits
tersebut masih diperbincangkan. Diantara ada yang diriwayatkan dari Ibnu Zaid,
ia melihat malaikat mengumandangkan adzan dengan menghadap kiblat [5].
4.
Memasukkan jari tangan ke telinga
Berdasarkan hadits Abu Juhaifah, ia berkata, “Aku melihat Bilal
mengumandangkan adzan sambil berputar, yang diikuti oleh mulutnya ke sana dan
ke mari, sementara jari tangannya berada di telinga”. [6]
5.
Muadzin menggabungkan tiap-tiap dua takbir
Berdasarkan
hadits Umar bin al-Khaththab, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
“Jika muadzin
mengucapkan: Allahu akbar-Allahu akbar, maka ucapkanlah: Allahu akbar-Allahu
akbar. Kemudian jika muadzin mengatakan: Asyhadu alla ilaha illallah, maka
ucapkanlah: Asyhadu alla ilaha illallah.” [7]
Hadits ini
menunjukkan dengan jelas bahwa muadzin menggabungkan tiap-tiap dua takbir, dan
yang mendengarnya juga menjawabnya seperti itu [8]. Tidap seperti yang
dilakukan sebagian muadzin yang mengucapka takbir satu persatu dari empat
takbir tersebut dengan diselingi nafas.
6.
Menoleh kepala ke kanan ketika mengucapkan hayya ‘alash sholah dan ke kiri ketika mengucapkan hayya ‘alal falah
Berdasarkan hadits
Juhaifah, ia melihat Bilal yang sedang adzan, seraya berkata, “Maka aku pun
mengikuti gerakannya kesana dan kemari (ke kanan dan ke kiri).” [9]
Karena itu,
disunnahkan menoleh kepala ke kiri dan ke kanan dan badan tetap menghadap
kiblat. Demikian menurut pendapat jumhur ulama. Berbeda halnya dengan Malik
yang mengingkari perbuatan tersebut. Sementara Ahmad dan Ishaq membatasi bahwa
itu berlaku untuk muadzin yang mengumandangkan adzannya di atas menara agar
suaranya terdengar oleh banyak orang. [10]
7.
Mengucapkan tatswib (ash sholatu khoirum minan naum –pent) pada
adzan awal shalat Shubuh
Disarikan dari
Kitab Shahih Fiqih Sunnah Jilid I karangan Syaikh Abu Malik Kamal dengan
sedikit gubahan.
[1] Al-Ausath
(III/28)
[2] Al-Ausath
(III/46)
[3] Shahih,
[4] Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu abi Syaibah (I/203) dan Ahmad (V/232)
[5] Al-Ausath
(III/28)
[6] Irwa’
al-Ghalil (I/250)
[7] Shahih,
diriwayatkan oleh Tirmidzi (197) dan Ahmad (IV/308). Lihat al-Irwa’ (230)
[8] Shahih, diriwayatkan
oleh Muslim (848)
[9] Syarh
Muslim karya an-Nawawi (III/79)
[10] Shahih,
diriwayatkan oleh al-Bukhari (634) dan Muslim (503)
[11] Al-ausath
(III/26,27)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar