1.
Mengutamakan pakaian yang bagus bagi siapa yang memilikinya
Diriwayatkan dari Abu al-Ahwash, dari ayahnya, ia berkata, “Aku
mendatangi Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan pakaian lusuh, maka
beliau bertanya, ‘Apakah engkau memiliki harta?’ Aku menjawab, ‘Ya’ Beliau
bertanya, ‘Harta apa saja?’ Aku menjawab, ‘Allah telah memberikan kepadaku
unta, kambing, kuda, dan budak.’ Beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:
فإذا
آتَاكَ اللَّهُ مَالا، فَلْيُرَ عَلَيْكَ أَثَرُ نِعْمَتِهِ وَكَرَامَتِهِ
“Jika Allah memberikan harta kepadamu, maka
perlihatkanlah pengaruh nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan
kepadamu.” (Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (4063), an-Nasa’i (5224) dan
hadits ini memiliki penguat dari hadits Abdullah bin ‘Amr, Abu Hurairah, ‘Imran
bin Hushain, Ibnu Mas’ud dan selain mereka)
Allah berfirman :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي
أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ
آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan)
rizki yang baik’.” Katakanlah, ‘Semuanya itu (disediakan bagi orang-orang yang
beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di Hari Kiamat’.”
(QS. Al-A’raf : 32)
Dan, ini bukan termasuk kesombongan. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud,
dari Nabi :
لَا يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَال ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surge seseorang yang dalam hatinya terdapat
kesombongan sebesar biji sawi.”
Mendengar hal itu, seorang laki-laki berkata, “Sesungguhnya
seseorang suka bila pakaiannya bagus dan sandalnya juga bagus (apakah itu
termasuk kesombongan?)” Nabi menjawab :
قَالَ
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ
النَّاسِ
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong ialah
menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (91), Abu Dawud (4092) dan selain mereka)
2.
Tidak berlebih-lebihan dalam berpakaian
Allah berfirman :
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ
وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakaialah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
masjid, dan makan dan minumlah, serta jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf : 31)
Nabi bersabda :
كُلُوا وَاشْرَبُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا مَا لَمْ يُخَالِطْ إِسْرَافٌ
وَلاَ مَخِيلَةٌ
“Makan, minumlah, bersedekahlah, dan pakailah pakaian selama tidak
tercampur dengan sikap berlebih-lebihan dan kecongkakan.” (Hasan,
diriwayatkan secara mu’allaq oleh Bukhari dalam al-Libas, dan secara maushul
oleh Nasa’I (2559) dan Ibnu Majah (3605) dengan sanad hasan.)
3.
Berdoa ketika memakai pakaian baru
Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Jika Nabi
mendapatkan pakaian, beliau menamakannya dengan namanya, baik sorban, gamis,
maupun selendang, lalu beliau mengucapkan :
اللَّهُمَّ لَكَ
الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيْهِ، أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ
لَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ
“Allahumma lakal hamdu
anta kasawtaniih, as-aluka min khoirihi wa khoiri maa shuni’a lahu, wa a’udzubika
min syarrihi wa syarri maa shuni’a lahu” (Hasan dengan sejumlah riwayat
penguat : diriwayatkan oleh Abu Dawud (4020), at-Tirmidzi (1767), dan an-Nasa’I
(1382). Namun, yang benar hadits ini mursal. Namun ia memiliki hadits oenguat
lainnya yang menguatkannya.)
4.
Memulai dari sebelah kanan ketika berpakaian
Diriwayatkan dari ‘Aisyah ia berkata, “Nabi suka mendahulukan
yang sebelah kanan ketika memakai sandal, berhias, bersuci, dan seluruh urusan
bagus.” (Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (426) dan Muslim (268))
5.
Tidak berjalan dengan sandal sebelah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :
لَا يَمْشِ أَحَدُكُمْ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ لِيُنْعِلْهُمَا جَمِيعًا
أَوْ لِيَخْلَعْهُمَا جَمِيعًا
“Jangan seseorang dari kalian berjalan dengan memakai sandal
sebelah, hendaklah ia memakainya kedua-duanya atau melepaskan keduanya.” (Shahih
diriwayatkan oleh Bukhari (5855) dan Muslim (2097))
Kemakruhan disini –Wallahu a’lam- disebabkan karena syuhroh. Karena
ini termasuk perkara yang dapat memalingkan pandangan kepadanya. Telah
disebutkan larangan memakai pakaian syuhroh. Jadi, segala sesuatu yang
menyebabkan pelakunya menjadi pamer (syuhroh). (Dinukil dari Fath al-Bari
(X/255)
6.
Larangan telentang dan meletakkan salah satu kaki di atas yang
lainnya bagi siapa yang tidak mengenakan celana
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Nabi bersabda :
لا يستلقين أحدكم ثم يضع إحدى رجليه على الأخرى
“Janganlah salah seorang dari kalian terlentang, kemudian ia
meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya yang lain.” (Shahih,
diriwayatkan oleh Muslim (2099)
Target larangan ini adalah jika tidak ada di bawah pakaian luarnya
celana panjang yang menutupi auratnya. Diriwayatkan dari Abu Sa’id, “Rasulullah
lemarang ihtiba’ dalam satu kain, sementara tidak ada sesuatu pun yang menutupi
kemaluannya.” (Shahih diriwayatkan oleh Bukhari (367), an-Nasai (5340), Abu
Dawud (3377), dan riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, serta riwayat Muslim dari
Jabir.
Al-ihtiba’ adalah seseorang laki-laki menegakkan kedua betisnya dan
menyelempangkan kainnya pada keduanya, atau kedau tangannya mendekap kedua
lututnya sambil bersandar dengannya.
Adapun jika ia memakai sesuatu yang dapat menutup auratnya, maka
tidak mengapa. Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid, ia melihat Rasulullah
berbaring di masjid sambil meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya yang
lain (Shahih diriwayatkan oleh Bukhari (4750 dan Muslim (2100))
Sumber : Terjemahan Shahih Fiqih Sunnah Jilid IV terbitan Pustaka
at-Tazkia halaman 23-26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar