Mungkin ada
diantara kita yang mengatakan, yang gak boleh itu kan zina.. Lantas gimana
kalau dalam pacaran itu sama sekali tidak ada syahwat??
Hati-hatilah
dengan pikiran-pikiran yang seperti ini yang bisa saja meracuni diri kalian.
Mana ada pacaran yang islami. Kalau gitu berarti ada judi islami, ada zina
islami, ada nyuri islami dsb.
Mereka
mengatakan berdua-duaan itu boleh asalkan ada yang mengawasi, mereka
berpendapat memegang tangan lawan jenis bukan mahrom dengan tidak nafsu itu
masih boleh. Saudaraku, hadistnya itu jelas, Seandainya kepala seseorang
ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita
yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan). Kalau
seandainya memegang tangan lawan jenis yang bukan mahrom itu diperbolehkan
berarti secara tidak langsung ketika saya diperbolehkan memegang tangan seorang
akhwat yang tidak ada nafsu, maka secara tidak langsung saya mengejek akhwat
tersebut kalau kamu jelek karena saya sama sekali tidak nafsu denganmu. Ketika kondisi
ini terjadi berarti Islam mengatur sebuah ketidakadilan. Islam memberikan
sebuah peraturan yang bisa melukai hati seseorang.. SAYANGNYA TIDAK!!! ISLAM
ADALAH AGAMA YANG ADIL, ISLAM ADALAH AGAMA YANG INDAH!!!
Mungkin untuk
memperjelas pembahasan kita, saya akan menghadirkan pendapat ulama yang sangat
terkenal, baik terkenal dalam hal fikih, maupun dalam hal hati, yaitu Syaikhul
Islam Ibnu al-Qayyim
Dalam bukunya yang berjudul
Jangan Dekati Zina, ada satu bab yang sangat menarik sekali yaitu EMPAT PINTU
MASUKNYA MAKSIAT PADA MANUSIA (hal 11)
Empat hal tersebut yaitu: .
A.Al Lahazhat ( Pandangan pertama).
A.Al Lahazhat ( Pandangan pertama).
Yang satu ini
bisa dikatakan sebagai ‘provokator’syahwat, atau ‘utusan’ syahwat. Oleh
karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. Maka
barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan
menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. Rasulullah Shallallahu
‘alayhi wa Sallam bersabda: “Janganlah
kamu ikuti pendangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama)
itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” ( HR. At
Turmudzi, hadits hasan ghorib ).
Dan di dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam , beliau bersabda : “Pandangan itu
adalah panah beracun dari panah panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan
pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ihlas karena Allah semata, maka
Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.” ( HR.
Ahmad )..
Beliau juga bersabda : “Palingkanlah pandangan
kalian, dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. At Thobrani dalam Al mu’jam al kabir
).
Dalam
hadits lain beliau bersabda : “Janganlah kalian duduk duduk di ( tepi ) jalan”,
mereka berkata : “ya Rasulallah, tempat tempat duduk kami pasti di tepi jalan”,
beliau bersabda :“Jika kalian memang harus melakukannya, maka hendaklah
memberikan hak jalan itu”, mereka bertanya : “Apa hak jalan itu ?”, beliau
menjawab : “Memalingkan pandangan ( dari hal hal yang dilarang Allah, pent.),
menyingkirkan gangguan, dan menjawab salam.” ( HR. Muslim ).
Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang
menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak,
kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang
melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan, kemudian
keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya apa
yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi
selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian
ahli hikmah bahwa “bersabar dalam menahan pandangan mata ( bebannya ) adalah
lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”
B. Al Khothorot ( pikiran yang
melintas di benak ).
Adapun “Al Khothorot” ( pikiran yang terlintas
dibenak ) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas,
yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan ( untuk melakukan
sesuatu ) yang akhirnya berubah
manjadi
tekad yang bulat. Maka barang siapa yang mampu mengendalikan
pikiran
pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri
dan menundukkan hawa nafsunya. Dan orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran
pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya.
Dan
barang siapa yang menganggap remeh pikiran pikiran yang melintas di benaknya,
maka tanpa dia inginkan ia akan terseret pada kebinasaan.
Pikiran pikiran itu akan terus
melintas di benak dan di dalam hati seseorang, sehingga ahirnya dia akan
manjadi angan angan tanpa makna (palsu ).
“Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang
orang yang dahaga, tetapi bila ia mendatanginya maka ia tidak mendapatkannya
walau sedikitpun, dan
didapatinya
(ketetapan ) Allah di sisiNya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan
amalnya dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” ( QS. An
Nur, 39 ). Orang yang paling jelek cita citanya dan paling hina adalah orang
yang merasa puas dengan angan angan kosongnya. Dia pegang angan angan itu untuk
dirinya dan dia pun merasa bangga dengan senang dengannya. Padahal demi Allah,
angan angan itu adalah modal orang orang yang
pailit,
dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa
yang kosong, yang bisa merasa puas dengan gambaran gambaran dalam hayalan, dan
angan angan palsu.
C. Al Lafazhat ( ungkapan kata kata
).
Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata kata),
maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata kata atau ucapan
dari lidahnya, yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak
berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan
tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah
seseorang melihat
dulu,
apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada keuntungannya,
dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya,
dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata
kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia
nyiakannya.
Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka lihatlah
ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa
yang
ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka. Yahya bin Mu’adz berkata
: hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di
dalamnya,
dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah seseorang saat dia
berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam
hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan
kepada
anda bagaimana “rasa” hatinya, yaitu apa yang dia katakan dari lidahnya,
artinya, sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan
cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa
yang
ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam
hatinya dan lidahnya, sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam
panci itu dengan lidah anda.
Dalam
hadits Anas Radhiyallahu ‘anhu yang marfu’, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam
bersabda : “Tidak akan istiqomah iman
seorang hamba
sehingga
hatinya beristiqomah ( lebih dahulu ), dan hati dia tidak akan istiqomah
sehingga lidahnya beristiqomah ( lebih dahulu ).”
D. Al Khuthuwat ( langkah nyata
untuk sebuah perbuatan ).
Adapun tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa
dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali
untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka
mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya.
Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala
dari setiap perbuatan mubah ( yang boleh dikerjakan dan boleh juga
ditinggalkan, pent.)
yang
dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan
demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah. Tergelincirnya seorang
hamba dari perbuatan salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan
tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan sejajar oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya : “Dan hamba hamba Ar Rahman, yaitu
mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang orang jahil
menyapa mereka, mereka mengucapkan kata kata ( yang mengandung ) keselamatan.”
(QS. Al Furqon, 63). Di sisi lain, Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu
adalah istiqomah dalam ucapan dan langkah langkah mereka, sebagaimana Allah
juga mensejajarkan antara pandangan dan lintasan
pikiran,
dalam firmanNya : “Allah mengetahui khianat mata dan apa yang
disembunyikan
oleh hati.” ( QS. Ghofir, 19 ). Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah
sebagai pendahuluan bagi penjelasan akan diharamkannya zina, dan kewajiban
menjaga kemaluan.
Dari yang telah dijelaskan secara
mendetail oleh Syaikhul Islam Ibnu al-Qayyim, dapat kita ambil sebuah pelajaran
bahwa sangat tidak mungkin sekali seorang yang melakukan pacaran sama sekali
tidak melakukan pandangan. Sangat jarang bahkan tidak mungkin orang yang
melakukan pacaran tetapi dia masih bisa menjaga pandangannya. Padahal pandangan
menurut beliau rahimahullah termasuk awal dari sebuah kebinasaan.
Dan perlu diketahui juga bahwa yang
dimaksud ghodul bashar (baca: menundukkan pandangan) artinya menjaga pandangan
agar pandangan tersebut tidak menjadi lebih liar. Itulah arti ghodul bashor
menurut Syaikhul Islam Ibnu al-Qayyim.
Wallahu a’lam
Wallahu a’lam
Saudaraku, waktu kalian terlalu
berharga untuk kalian buang begitu saja. Ingatlah firman Allah dalam QS.
Al-‘Ashr. Sungguh waktu itu tidak akan pernah kembali, dia akan tetap istiqomah
untuk selalu berjalan kedepan atas izin Allah.
Aku
jadi ingat pesan dari Imam Syafi’I yang mengatakan bahwa, “Waktu itu bagaikan
pedang, jika kamu tidak bisa mengendalikannya maka waktu itu akan menebasmu”.
Ada
satu pesan dariku.. yang mungkin itu juga saran buat diriku sendiri,. Yaitu
jangan pernah dekati zina. Sungguh jangan pernah gunakan pendanganmu itu untuk
menuruti hawa nafsumu. Jangan kau gunakan pandanganmu itu sebagai panah iblis.
Saudaraku,
maka jagalah pandanganmu itu yang dengannya Allah akan ridho kepadamu. Ghodhul
bashar saudaraku… Niatkan itu semua karena Allah semata. Niatkan tundukan
pandanganmu itu sebagai rasa takutmu kepada Allah.
Mungkin
ada dari kita yang masih bingung mengartikan ghodhul basharu (menundukkan
pandangan) itu seperti apa sih.. Apakah jika kita rapat, kita harus menunduk
selama rapat itu? kalau sedang dijalan apakah kita harus menunduk?? Mungkin
tidak sampai seperti itu, tapi apa sih yang dimaksud ghodhul bashar?
Yaa..
ghodhul bashar menurut Ibnu al-Qayyim adalah menjaga pandangan agar tidak lebih
liar. Jadi menundukkan pandangan itu artinya bukan selalu menunduk apabila di
jalan, tetapi menjaga pandangan itu agar pandangan kita itu tidak lebih “ganas”.
Tapi itu tidak menjadi arti kalau kita boleh memandang seenaknya. Karena jika
memang ada seseorang yang jika kita bertemu saja, otak dan hati kita menyuruh untuk
menghindar. Apabila diajak berbicara, otak dan hati kita tiba-tiba menyuruh
untuk menundukkan sebagian kepala kita ke bawah atau memalingkan pandangan kita
ke sudut yang lain. Jika hal ini yang terjadi maka hendaknya kita menjaga
pandangan kita agar tidak lebih liar dengan memalingkan pandangan kita.