Hadits of The Day

مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ

Rabu, 09 Januari 2013

Ta'awudz Dalam Sholat


Diantara sesuatu yang disyariatkan adalah membaca Ta’awudz atau Isti’adzah ketika sholat yaitu sebelum membaca bismillahirrahmanirrahim pada saat membaca Surat Al-Fatihah. Dan bacaanya dengan pelan bukan jahr.

Hal ini sesuai dengan firman Allah

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْءَانَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
"Apabila kamu membaca al-Qur'an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk." (An-Nahl: 98).

Adapun mengenai hukumnya adalah sunnah baik itu di dalam maupun di luar sholat. Sehingga meninggalkan membaca ta’awudz pada saat sholat tidak menjadi masalah hanya saja kurang afdhol. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Beberapa Lafadz Ta’awudz  [1]


أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

(A’uudzu billahi minasy syaithonir rajim)


(A’uudzu billahis sami’il ‘aliimi minasy syithonir rajim)

أَعُوْذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

(A’uudzu billahis sami’il ‘aliimi minasy syithonir rajim, min hamzihi wa nafkhihi wa naftsihi)
Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (II/146) berkata, “Masalah ini cukup luwes. Isti’adzah (ta’awudz –penj) yang manapun adalah baik.”

Kapan Membaca Ta’awudz?

Imam Syafi’i dan ulama madzhab Syafi’i diantaranya adalah Ibnu Hajar dan Imam Nawawi, Ibnu Hazm, dan dikuatkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Sifat Sholat Nabi. Sedangkan mayoritas ulama berpendapat cukup di rakaat pertama saja. [2]

Abu Hurairah  berkata:

 
إِذَا نَهَضَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ افْتَتَحَ الْقِرَاءَةِ بِالْحَمْدِ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَلَمْ يَسْكُتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ

“Adalah Rasulullah bila bangkit ke rakaat kedua, beliau membuka bacaan (qiraah) dengan ‘Alhamdulillahi rabbil alamin’ dan beliau tidak diam.” (HR. Muslim no. 1355)

Ibnul Qayyim mengatakan dalam Zadul Ma’ad, “Mencukupkan satu ta’awudz (hanya dalam rakaat pertama, pen.) adalah pendapat yang lebih nampak, berdasarkan hadits yang shahih dari Abu Hurairah :

 
كَانَ إِذَا نَهَضَ مِنَ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ، اسْتَفْتَحَ الْقِرَاءَةَ وَلَمْ يَسْكُتْ أَنَّ النَّبِيَّ

“Nabi bila bangkit menuju rakaat yang kedua, beliau membuka dengan bacaan dan tidak diam.”
Bahwa Rasulullah mencukupkan satu istiftah, karena beliau tidak menyelingi dua qiraah (bacaan) dengan diam, tapi dengan dzikir. Dengan demikian, qiraah dalam shalat dianggap satu qiraah jika yang menyelinginya adalah pujian kepada Allah, tasbih, tahlil, atau shalawat kepada Nabi, dan yang semisalnya.

Sehingga dari hadits Abu Hurairah jelas bahwa dalam rakaat kedua dan setelahnya Rasulullah tidak melafadzkan ta’awudz karena Rasulullah tidak diam setelah berdiri. Dan bacaan Al-Qur’an ketika sholat itu adalah satu sehingga cukup membaca di awalnya saja yaitu di rakaat pertama. Inilah pendapat yang rajih yang dinilai rajih oleh Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa wa Rosail.

Wallahu a’lam
Alhamdulillah bini’matihi tatimush sholihat,

[1] Shahih Fiqih Sunnah I karangan Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim
[2] Letak permasalahannya adalah, apakah Al-Qur’an yang dibaca dalam sholat itu satu walaupun diselingi oleh tasbih, tahlil, tasyahud, dan dzikir lainnya sehingga cukup dengan satu ta’awudz, ataukah bacaan Al-Qur’an berdiri sendiri setiap rakaatnya sehinga harus memperbarui ta’awudz setiap rakaat.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar