Hadits of The Day

مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ

Sabtu, 24 Desember 2011

SHOLAT RAWATIB SEHARI SEMALAM (2)



Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, dan kami minta pertolongan kepada-Nya, dan kami mohon ampunan kepada-Nya, dan kami berlindung dari keburukan diri kami dan dari keburukan amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada seseorangpun yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk.
Shalawat dan Salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kepada keluarganya, kepada para Shahabat, dan juga kepada pengikutnya yang baik hingga hari Kiamat. Amma ba’du

MENGQADLA’ SHOLAT RAWATIB APABILA TERTINGGAL

  1. TERTINGGAL SHOLAT SUNNAH FAJAR
Disyariatkannya bagi orang yang tidak sempat mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelum Shubuh, untuk mengerjakannya setelah shalat Shubuh langsung atau setelah matahari terbit (baca: waktu Dhuha). Tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakannya setelah matahari terbit.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa tidak sempat mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelum Shubuh, maka hendaklah ia mengerjakannya setelah matahari terbit.” (Tirmidzi/ 424)
Hadist ini shahih. Dinilai shahih oleh al-Hakim (I/24), Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban. Juga dinilai shahih oleh Al-Albani.
Dari Qais bin Qahd radhiyallahu ‘anhu, bahwasahnya dia pernah mengerjakan shalat Shubuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sedang dia belum mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelumnya. Dan setelah beliau mengucapkan salam, diapun mengucapkan salam bersama beliau. Selanjutnya, dia mengerjakan shalat rawatib Shubuh dua rakaat, sedang Rasulullah melihatnya, tetapi beliau tidak melarangnya melakukan hal tersebut.”  Diriwayatkan oleh Tirmidzi/422, Abu Dawud/ 1267. Dinilai shahih oleh al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Al-‘Allamah Ahmad Syakir menilai shahih dalam Tahqiq Sunan Tirmidzi. Begitu pula Al-Albani memasukkan hadist ini dalam Shahih Tirmidzi.

“Bahwa Nabi pada suatu ketika sedang dalam berpergian. Sekalian sahabat sama tertidur sampai tidak sempat melakukan shalat Fajar (Shubuh). Mereka bangun di saat matahari sudah terbit, merekapun lalu berjalan sedikit sampai matahari agak tinggi. Kemudian beliau menyuruh seorang muadzin untuk berdiri melakukan adzan dan seterusnya lalu melakukan dua rakaat sunat sebelum Fajar dan qamat serta melakukan shalat Shubuh (fajar).” Diriwayatkan Bukhori dan Muslim, Ahmad dari Umar bin Hushain.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin juga menjelaskan bahwa apabila sholat Shubuh tertinggal secara berjamaah, maka sholat sunnah fajar dilakukan sebelum sholat Subuh.
Catatan: Dari hadist diatas dapat dijelaskan bahwa bolehnya mengganti shalat sunnah yang tertinggal pada waktu yang terlarang shalat karena setelah Shubuh sampai terbit matahari dilarang sholat.
Saya sempat bertanya kepada Ustadz Aris Munandar mengenai bolehkah sholat sunnah fajar setelah Shubuh karena tertinggal. Beliau menjawab dengan singkat, “Boleh dengan syarat sering melakukan” Wallahu a’lam

KESIMPULAN:
  1. Bolehnya mengganti sholat sunnah fajar yang tertinggal dengan catatan dia memang sering melakukannya. Dan waktu pengerjaannya boleh langsung ataupun di waktu matahari terbit akan tetapi yang paling afdhol adalah setelah matahari terbit.
  2. Apabila tertinggal secara berjamaah, maka sholat sunnah dilakukan sebelum sholat Shubuh

  1. TERTINGGAL SHOLAT SUNNAH DZUHUR
Saya mengecek dalam buku Fiqhus Sunnah Jilid II halaman 23 poin V karangan Sayyid SAbiq.  disitu ada hadist
Ibnu Majah meriwayatkan pula dari ‘Aisyah, katanya:  “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam itu apabila ketinggalan sholat sunnah empat rakaat sebelum Dzuhur, maka dikerjakannya sesudah mengerjakan SUNNAH DUA RAKAAT SEHABIS DZUHUR”.   
Hadist ini dikomentari oleh Al-Albani dalam Tamamul Minnah jilid II (buku karangan Al-Albani yang mengulas tentang komentar dan kritikan tentang Fikih Sunnah Sayyid Sabiq), “karena disitu tidak dijelaskan kedudukan, mungkin saja penulis (Sayyid Sabiq) menganggap hadist itu shahih. Padahal tidak. Hadist ini riwayat Qais bin ar-Rabi’, Al-Hafidz berkata ia jujur tetapi terganggu ingatannya setelah tua. Al-Albani berkata: Hanya Ibnu Majah yang mencantumkan ‘sesudah dua rakaat’. Ini tambahan yang diingkari karena hadist riwayat Tirmidzi dari jalur lain yang juga dari ‘Aisyah dengan sanad shahih tidak menyebutkan ‘sesudah dua rakaat’. Wallahu a’lam, jika memang yang salah adalah Sayyid Sabiq semoga beliau mendapat ampunan dari Allah.

Dari ‘Aisyah: “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam jikalau ketinggalan shalat empat rakaat sebelum Dzuhur, maka dikerjakannya itu sesudah Dzuhur.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan katanya hadist ini hasan lagi ghorib. Al-Albani berkata shahih (seperti yang telah dijelaskan diatas).

Dari Kuraib, pembantu Ibnu Abbas, bahwa Abdullah bin Abbas, Abdurrahman bin Azhar dan al-Miswar bin Makhramah pernah mengirimnya untuk menemui ‘Aisyah, maka mereka berkata: “sampaikan salam kami semua kepadanya dan tanyakan tentang dua rakaat rawatib setelah ‘Ashar………………... Dan setelah berbalik beliau bersabda, “Wahai puteri Abu Umayyah, engkau bertanya tentang dua rakaat setelah ‘Ashar? Sesungguhnya aku telah didatangi oleh beberapa orang dari ‘Abdul Qais untuk meng-Islamkan beberapa orang dari kaumnya, sehingga aku tidak sempat mengerjakan shalat rawatib dua rakaat setelah Dzuhur, Dan yang kukerjakan itu adalah shalat rawatib Dzuhur.” Diriwayatkan Bukhori/ 1233, Muslim/834.

KESIMPULAN :
  1. Bolehnya mengganti sholat Qabliyah Dzhuhur setelah menunaikan Shalat Dzuhur
  2. Bolehnya mengganti sholat Ba’diyah Dzuhur setelah Shalat ‘Ashar

PENGERJAAN 4 RAKAAT ITU DUA DUA ATAU EMPAT LANGSUNG?

Mengenai hal ini ada perbedaan pendapat diantara ulama. Ada mereka yang mengatakan langsung dengan satu salam diantaranya adalam Imam Abu Hanifah. Sedangkan yang mengatakan dua rakaat dua rakaat adalah Imam Syafi’I dan pendapat Syafi’I inilah yang dipilih oleh jumhurul ulama’. Wallahu a’lam

Perbedaan pendapat itu bermula dari satu hadist Rasulullah ini, yaitu

Dan riwayat imam yang lima dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban, “Sholat malam dan siang itu dua dua.” Nasa’I berkata ini salah. (Lihat Bulughul Marom)
Al-Albani berkata dalam Tamamul Minnah: “Hadist yang semisal dalam Shahih Bukhori-Muslim yang juga dari Ibnu Umar tanpa kata an-nahar (siang)”. Al-Hafidz berkata dalam Al-Fath: “Mayoritas ahli hadist mengatakan tambahan itu mu’tal (cacat). Maka tambahan ini tidak shohih.”
Kemudian dalam Tamamul Minnah Al-Albani mengatakan, “Bahwa pendapat yang lebih utama adalah salam pada setiap dua rakaat bagi sholat-sholat yang dilakukan siang hari. Wallahu a’lam” (Tamamul Minnah Bab Sholat Rawatib Dzuhur).
KESIMPULAN:
Adanya perbedaan diantara ulama (Hanafiyah dengan Syafi’iyah) mengenai sholat rawatib 4 rakaat di siang hari. Adapun mayoritas ulama (jumhurul ulama) memilih pendapat Syafi’I sebagai pendapat yang lebih utama. Wallahu a’lam

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyut taufiq
Sumber :
  1. Bulughul Maram karangan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani
  2. Bughyatul Mutathawwi’ karangan Muhammad bin Umar bin Salam Bazmul
  3. Fiqhul Islam Syarh Bulughul Maram II karangan Abdul Qadir Syaibah al-Hamd
  4. Tamamul Minnah I karangan Muhammad Nashiruddin al-Albani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar