Hadits of The Day

مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ

Sabtu, 03 September 2011

Tiga Unsur Cinta



Bismillahirrahmanirrahim,

Tulisan ini aku tulis dari hati yang masih belum bersih. Jadi ketika aku nulis tulisan ini bisa saja aku mengkritik diri saya pribadi ^_^  #malah gak jelas
Ya udah kita mulai aja pembahasan kita mengenai unsur yang harus ada dalam cinta.
Akhir-akhir ini aku sempat heran soalnya banyak diantara ikhwan fillah yang sangat mudah sekali mengucapkan “uhibuka fillah”. Ya.. mereka sangat mudah sekali melontarkan kata yang sangat indah itu.. “Aku mencintaimu karena Allah” Mereka rangka kata ini dengan kata yang lain hingga membentuk sebuah tatanan kata yang sangat indah.
Yang aku sempat herankan, apakah hal itu bisa dibilang cinta? Bahkan lebih ngerinya lagi mereka membawa nama Allah.. Aku juga tahu sobat kalau cinta itu fitrah, cinta itu mendatangkan sebuah kenikmatan.. yaa kenikmatan, apalagi kalau mambawa nama Allah. Itu akan menambah rasa indah dalam hati kita..
Tapi ikhwani fiddin.. apakah kalian yakin kalau rasa itu adalah cinta, bukan nafsu? Yaa “aku mencintaimu karena Allah”. Sobat.. apakah kalian yakin kalau Allah akan ridho dengan kata yang kalian lontarkan itu?? Memang dilihat dari arti katanya, itu adalah kalimat yang suci karena membawa nama Allah. Dan bukannya aku mau menolak kalimat yang indah itu, kawan.. bukan.. tapi aku cuma takut kalau Allah gak ridho ketika aku melontarkan kalimat indah itu.
             “Apakah rasa seperti itu bisa dikatakan cinta? Apakah Allah akan ridho dengan rasa itu? Aku takut kalau Allah bukannya ridho tapi malah cemburu. Tapi aku lebih takut lagi kalau Allah sama sekali tidak cemburu.” Pesan dari kawan akrab SMA-ku Haidar Muhammad Tilmitsani.
Pesan dari kawanku itu seakan membunuhku, kata itu seakan menebasku. Terima kasih sobat engkau telah memberi nasehat terbaikmu.. kok malah jadi mbahas ini..
Ikhwani fillah.. yo kita masuk ke pembahasan “Unsur Dalam Cinta”.
 Cinta itu harus memenuhi tiga unsur yaitu:
Aku cinta kamu karena Allah, Dengan Ridhonya Allah, dan Dalam rangka mencari keridhoan dari Allah. –Salim A. Fillah-- 

Aku Mencintaimu Karena Allah

Menurut aku sendiri yang harus ada dalam sebuah cinta adalah persaksian bahwa cintanya itu karena Allah.. bukan karena harta, bukan karena jabatan, bukan karena kecantikan, ataupun yang lain. Kita harus menyertakan cinta kita kepada Allah dalam bercinta dengan lawan jenis. Seperti kata temanku, “Ketika kamu mencari cinta Allah, maka cinta kepada sesamapun akan kamu dapat. Tetapi jika yang kamu cari adalah cinta kepada sesama, maka cinta Allah tidak kamu dapat”. 
Maka ketika kalian mencintai lawan jenis bukan karena Allah, maka jelas bahwa rasa itu tidak bisa dikatakan “cinta” tetapi “nafsu”. Aku cukup heran dengan remaja sekarang yang hamper semuanya mengatakan kalau pacaran itu cinta.. Cinta darimana? Yang ada hanya nafsu yang diumbar bukan sebuah cinta yang indah..
Jika kalian menganggap pacaran, kasmaran, atau istilah-istilah cowo’ (bukan ikhwan) zaman sekarang sebagai bentuk cinta, berarti kalian menganggap bahwa Rasulullah, para sahabat, para tabi’in, tabiut tabi’in itu tidak memiliki cinta?? Jelas mereka tidak pernah pacaran sebelum menikah, tapi tidak berarti mereka tidak memiliki cinta..
Saudaraku Muhammad Haidar Tilmitsani pernah memberikan sebuah pelajaran kepadaku bahwa cinta itu bisa diangsur.. ketika itu aku bingung maksud dari di”angsur” itu apa. Kemudian saudaraku itu mengatakan, “kalau sebelum nikah kamu udah pernah merasakan pacaran dan mengumbar nafsu, maka cintamu kepada isterimu akan berkurang karena pacaran itu”. Lagi-lagi ini adalah nasehat yang sangat berarti bagiku.
Inti dari pembahasan kita kali ini yaitu cinta itu berbeda dengan nafsu. Cinta itu hal yang fitrah dah itu diperbolehkan. Ketika seorang ikhwan sedang mengalami cinta, maka semakin besar dia ingat kepada Allah. Sedangkan jika nafsu itu akan melalaikan seseorang dari Allah.
Dengan Ridho Allah

Ini adalah unsur kedua yang juga harus ada dalam sebuah cinta. Jadi saudaraku, tidak cukup hanya dengan “Aku cinta kamu karena Allah” tetapi harus “Dengan Ridhonya Allah”. Rasa itu bisa dikatakan cinta jika Allah telah ridho. Beda dengan nafsu yang sudah jelas Allah tidak ridho. Maka dari itu dalam mencintai seseorang wajib hukumnya untuk tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist. Dan satu-satunya jalan untuk melegalkan cinta adalah sebuah mitsaqon gholidzon (perjanjian yang teguh).. yaa sebuah perjanjian yang suci yaitu pernikahan..
Hanya dengan pernikahanlah kita bisa berpacaran dengan bidadari kita. Bidadari yang akan setia di dunia dan di surga. Bidadari yang ketika aku membayangkan saja, tambahlah keimananku kepada Allah, tambahlah kecintaanku kepada Allah. Bidadari yang mengajakku untuk selalu beribadah kepada Allah, selalu mengingat Allah..amin..
Ikhwani fiddin… tapi gimana kalau rasa itu telah hadir jauh sebelum kita siap untuk mengucapkan janji setia itu?? yaa.. ada sebagian saudara kita yang udah merasakan hal itu, tetapi yang harus dia pegang adalah tetap dengan ridho Allah. Maka ketika kita belum siap untuk menikah, cintailah dia dalam diam. Jagalah jarak dengannya. Tundukan pandanganmu akh.. karena itu lebih baik bagimu untuk saat ini. Karena itu akan lebih indah pada waktunya kelak. Tetap jaga izzah dan iffah kalian sebagai seorang ikhwan. Mungkin dengan itu Allah akan ridho denganmu dan akan mengobati kerinduan hatimu itu.. saranku hanya satu yaitu “ishbir”.. bersabarlah.. hingga ada sebuah ikatan yang suci yang disertai doa para malaikat.
Dalam Rangka Mencari Keridhoan Allah

Setelah kalian bisa melewati dua unsur diatas dan setelah kalian melakukan penyempurnaan iman kalian yaitu dengan sebuah pernikahan, maka unsure yang harus ada adalah “dalam rangka mencari keridhoan dari Allah”.. yaa setelah kalian dihalalkan atas isterimu, disitulah Allah telah ridho kepada kalian ketika sudah menikah.
Ketika sudah sampai ke jenjang ini, jenjang yang menghalalkan yang awalnya haram, jenjang yang mengubah dosa menjadi pahala. Hanya ditahap inilah Allah akan sangat menyukai hambaNya yang saling berkasing sayang yaitu antara suami dengan isterinya.
Jadikanlah cintamu itu untuk mencari ridhoNya Allah semata yaitu dengan saling berkasing sayang dan meluapkan rasa cinta antara suami dan isteri. Di sini telah jelas bahwa rasa cinta dan kasih sayang suami kepada isterinya atau sebaliknya dinilai sebagai sebuah ibadah.
Intinya berpacaranlah sesudah kalian menikah, karena dengan itulah Allah akan ridho kepada kita. Tebarkanlah rasa cinta itu, setelah kalian memendam rasa itu ketika kalian belum dihalalkan.. Subhanallah Islam ini memang indah, bagaimana agama ini mengatur sebuah cinta. Dan tentu saja harus tetap berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah.
Contohlah bagaimana Rasulullah berpacaran dengan isteri-isterinya. Contoh pula para sahabat Nabi yang juga sangat pandai dalam bercintai. Telah jelas bahwa tidak orang yang seromantis Rasulullah, maka contohlah beliau.
Wallahu a’lam

2 komentar:

  1. Bisa terangkan lebih jelas tentang mencintai karena Allah?

    BalasHapus
  2. Mencintai karena Allah adalah suatu cinta yang benar-benar disandarkan pada Allah, bukan karena materi, kedudukan, pangkat, dsb.
    Ketika kita mencintai karena Allah, maka yang akan kita lakukan adalah mematuhi segala yang diperintahkan Allah. Termasuk menundukkan pandangan, menjaga izzah dan iffah kita sebagai seorang muslim (ikhwan/akhwat).
    Dan satu lagi saranku,"Bunga itu memang indah, tapi biarlah bunga itu tetap indah di tangkainya. Biarlah ia tetap mekar di tangkainya. Dan jangan sekali-kali kau petik bunga itu, karena bunga itu akan layu"

    BalasHapus