Hadits of The Day

مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ

Kamis, 28 Februari 2013

Shalat Sunnah Fajar


Diantara shalat-shalat sunnah rawatib muakkad yang paling ditekankan ialah dua rakaat sebelum shalat Fajar. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menjaga shalat-shalat nafilah (sunnah, -pent) lebih daripada menjaga dua rakaat Fajar.”  (Shahih, Diriwayatkan oleh Bukhari (1093) dan Muslim (1191))

Dalam lafadz lain : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya.” (Shahih, Diriwayatkan oleh Bukhari (1159)). Hal itu berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasahnya Rasulullah bersabda: “Dua rakaat Fajar lebih baik daripada dunia berikut segala isinya.” (Shahih, Diriwayatkan oleh Muslim (725) dan at-Tirmidzi (416))

Ibnu al-Qayyim dalam Zad al-Ma’ad (I/315), berkata : “..oleh karenanya, beliau (yakni beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak pernah meninggalkannya, yaitu shalat sunnah Fajar dan shalat Wtir, baik pada saat safar maupun saat bermukim. Pada saat bepergian, beliau lebih rutin mengerjakan shalat sunnah Fajar dan Witir dibandingkan semua shalat sunnah lainnya. Tidak pernah dinukil dari beliau bahwa beliau shalat sunnah rawatib selain kedua rakaat shalat tersebut.”

Meringankannya

Disunnahkan untuk meringankan shalat sunnah Fajar, dengan syarat tidak meninggalkan perkara yang wajib.

Diriwayatkan dari Ibu Umar, ia berkata: “Hafshah mengabarkan kepadaku bahwasahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika muadzin mulai mengumandangkan shalat Shubuh dan telah tiba waktu Shubuh, maka beliau mengerjakan dua rakaat ringan sebelum shalat Shubuh dilaksanakan.” (Shahih, Diriwayatkan oleh Bukhari (583)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat dua rakaat ringan antara adzan dan iqamah pada shalat Shubuh.” (Shahih, Diriwayatkan oleh Bukhari (584))

Diriwayatkan dari ‘Aisyah juga, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan dua rakaat sebelum shalat Shubuh, sehingga aku mengatakan : ‘Apakah beliau membaca Al-Fatihah?” (Shahih, Diriwayatkan oleh Bukhari (1095) dan Muslim (1189))

Surat apa yang disunnahkan untuk dibaca

Membaca surah setelah al-Fatihah pada dua rakaat Fajar, telah shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang membaca surah pada dua rakaat Fajar dalam beberapa bentuk :

     1.       Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada dua rakaat Fajar: (Qul ya ayyuhal kafirun) dan (Qul huwallahu ahad).” (Shahih, Diriwayatkan oleh Muslim (726))  
     
     2.      Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada dua rakaat Fajar:
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا
[Qaluu aamannaa billahi wa maa unzila ilaina]
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami’ (al-Baqarah : 136)
Dan ayat dari surat Ali Imron :
قُلْ يأَهْلَ الْكِتَـبِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلِمَةٍ سَوَآءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
“Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kami” (Ali Imron : 64).” (Shahih, Diriwayatkan oleh Muslim (727) dan Nasai (II/155))

Pada rakaat pertama, beliau membaca surat Al-Baqarah ayat 136 setelah membaca Al-Fatihah. Sedangkan pada rakaat kedua, membaca surat Ali Imron ayat 64 setelah membaca Ali Imron

      3.      Kadangkala beliau mengganti ayat dalam surat Ali Imron pada rakaat kedua dengan firman Allah :
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil)” (Ali Imron : 52)
Hingga akhir ayat, sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas. (Shahih, Diriwayatkan oleh Muslim (727) dan Abu Dawud (1259))

Penulis (Syaikh Abu Malik Kamal) : Yang paling utama adalah memvariasikan semua cara ini untuk melaksanakan sunnah, sebagaimana halnya dalam semua ibadah lainnya yang secara shahih menyebutkan berbagai bentuk pelaksanaannya. Wallahu a’lam

Diambil dari Kitab Shahih Fiqih Sunnah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, dengan sedikit perubahan dalam hal redaksi dan tata letak dan penomoran (bukan isi, pent)
»»  Baca Selengkapnya...

Rabu, 27 Februari 2013

Keutamaan Shaf Pertama dan Shaf-Shaf Sebelah Kanan

      A.    Keutamaan Shaf Yang Pertama

Telah jelas bahwa dalam shaf yang pertama itu terdapat banyak keutamaan yang diperoleh bagi yang mendapatkan shaf pertama –Alhamdulillah-. Sehingga marilah kita mencari shaf yang awal tersebut agar mendapatkan keutamaan yang telah berikan. Lagipula shalat di shaf awal dan shaf akhir sama-sama mengeluarkan energy yang sama, dan sama capeknya, sama energy yang dikeluarkan, maka sungguh akan lebih utama lagi jika dia mendirikan shalat tersebut di shaf yang awal (pertama).

Dalil yang menjelaskan keutamaan shaf pertama adalah Hadits berikut :
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصَّفِ اْلأَوَّلِ
“Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat (mendoakan) kepada orang-orang yang berada di shaf pertama” [1]

Dari hadits tersebut marlah kita saling berlomba untuk mendapatkan keutamaan tersebut.
Bahkan dalam hadits lain disebutkan bahwa jika seseorang mengetahui keutamaan shaf pertama, maka dia akan mengundi untuk mendapatkannya.

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan yang ada pada shaf yang paling depan, niscaya mereka akan mengundinya (untuk mendapatkannya).” [2]

Selain itu shaf pertama adalah sebaik-baik shaf bagi laki-laki, seperti dalam hadits berikut

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan dan seburuk-buruknya adalah yang paling belakang. Sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling belakang dan seburuk-buruknya adlaah yang paling depan.” [3]

Dalam masalah ini Syaikh Abu Malik Kamal mengatakan :
Shaf wanita yang paling baik adalah yan paling belakang, hanyalah apabila mereka shalat di belakang shaf laki-laki. Namun, jika mereka shalat di belakang Imam wanita, atau bersama imam di tempat yang terpisah (ada pembatas, -pent) dari kaum laki-laki, maka menurut zhahirnya, bahwa shaf yang paling baik bagi mereka adalah yang paling depan, berdasarkan keumuman sabda Nabi :
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat (mendoakan) kepada orang-orang yang berada di shaf awal” (Shahih, HR Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Majah) [4]

        B.     Shaf Bagian Kanan

Selain mengenai keutamaan shaf awal apalagi shaf pertama, ada dalil juga yang menjelaskan mengenai keutamaan yang ada pada shaf sebalah kanan.

dari al-Barra’ bin ‘Azib Radhiyallahu anhu, ia berkata:

كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُوْنَ عَنْ يَمِيْنِهِ يُقْبِلُ بِوَجْهِهِ.

“Jika kami melaksanakan shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami sangat menginginkan agar berada di sebelah kanan beliau, dimana beliau akan menghadap pada kami dengan wajahnya.” [5]

Hal ini sudah menunjukkan keutamaan yang ada pada shaf yang sebelah kanan.

Selain hadits yang ini, sebetulnya ada satu hadits lagi yang menjelaskan keutamaan shaf sebelah kanan akan tetapi hadits ini masih diperselisihkan oleh ulama mengenai derajat haditsnya. Hadits tersebut adalah :
Dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوْفِ

“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada di shaff-shaff sebelah kanan.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah. al-Baihaqi mencacat matannya seraya mengatakan bahwa matan hadits ini tidak shahih, dan al-Albani menyetujui dalam Tamamul Minnah (Shahih Fiqih Sunnah). Dan hadits ini dihasankan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dan al-Hafidz al-Mundziri.

‘Ala kulli hal, hal ini tidak mengurangi keutamaan shaf sebelah kanan sebagaimana telah ada dalil yaitu Hadits dari al-Barra’ yang telah lalu. Wallahu a’lam

 

[1].  Al-Ihsaan fii Taqriib Shahiih Ibni Hibban kitab ash-Shalaah, bab Fardhu Mutaaba’atil Imam (V/530-531 no. 2157). Syaikh al-Arna-uth berkata: “Isnadnya shahih, perawinya adalah perawi yang shahih kecuali ‘Abdurrahman bin ‘Ausijah, ia seorang yang tsiqat dan penulis kitab Sunan meriwayatkan dari beliau.” (Catatan pinggir kitab al-Ihsaan V/531).
[2]  Shahih, Diriwayatkan oleh Bukhari (720) dan Muslim (437-439)
[3]  Shahih, Diriwayatkan oleh Muslim (440)
[4]  Shahih Fiqih Sunnah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim
[5]  Shahih, Diriwayatkan oleh Muslim (709)



»»  Baca Selengkapnya...

Cicak dan Tokek serta Beberapa Hukum Yang Terkait Dengannya

Oleh : Ust. Abu Asma Andre

Pembahasan ini kembali kepada beberapa buah hadits, diantaranya :

Hadits pertama :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَتَلَ وَزَغَةً فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً وَمَنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّانِيَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً لِدُونِ الْأُولَى وَإِنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّالِثَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً لِدُونِ الثَّانِيَةِ

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barang siapa yang membunuh cecak satu kali pukul, maka dituliskan baginya pahala sebanyak begini dan begini kebaikan. Dan barang siapa yang membunuhnya dua kali pukul, maka dituliskan baginya pahala sebanyak begini dan begini kebaikan berkurang dari pukulan pertama. Dan siapa yang membunuhnya tiga kali pukul, maka pahalanya kurang lagi dari itu." ( HR Imam Muslim , Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad )

Hadits kedua :

عَنْ أُمِّ شَرِيكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام

Dari Ummu Syarik radhiallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk membunuh cecak. Dan Beliau bersabda : "Dahulu cecak ikut membantu meniup api (untuk membakar) Ibrahim 'alaihissalam." ( HR Imam Al Bukhari dan Imam Muslim )

Hadits ketiga :

عَنْ عَامِرِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا

Dari 'Amir bin Sa'd dari Bapaknya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar membunuh Al Wazagh (cecak) dan beliau memberi nama Fuwaisiq (si fasik kecil)." ( HR Imam Muslim )

Berasal dari tiga buah hadits dan yang sejenisnya ini maka terdapat beberapa pembicaraan fiqhiyyah, yang insyaALLAH apa – apa yang mudah akan kami turunkan :

1. Disunnahkan untuk membunuh cecak dan hal ini nampak dalam hadits – hadits tersebut diatas, bahkan Imam An Nawawi memberi bab dalam kitab Shahih Muslim dengan judul استحباب قتل الوزغ( Sunnahnya membunuh cicak ).

2. Cicak adalah binatang fasiq sebagaimana jelas didalam hadits – hadits diatas, Imam An Nawawi rahimahullah berkata : “ Hikmah dijulukinya sebagian binatang dengan (fasiq atau fuwaisiq) adalah dikarenakan binatang-binatang tersebut menyelisihi keumumam binatang melata lainnya, dalam hal kehalalan atau larangan membunuhnya. Oleh karena itu para ulama' menegaskan bahwa setiap binatang yang dijuluki sebagai binatang fasiq atau fawasiq atau fuwaisiq. Halal untuk di bunuh, baik di tanah halal atau tanah haram, baik ketika sedang berihram atau tidak. (Nailul Authar 5/80). Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata : "Cicak adalah salah satu binatang yang paling menjijikkan." (Al Muhalla 7/405)

3. Tokek adalah jenis lain dari cicak, sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy Syaukani rahimahullah dimana beliau berkata : “ Cicak itu termasuk binatang melata yang mengganggu manusia, dan tokek adalah salah satu spesies darinya yang berbadan lebih besar." (Nailul Authar 8/200).

4. Maka dari uraian diatas maka menjadi jelas bahwasanya memperjual belikan cicak atau tokek ( walaupun dihikayatkan untuk pengobatan ) maka tidaklah diperbolehkan dikarenakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

إنَّ الله إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيءٍ حَرَّمَ عَلَيهِمْ ثَمَنَهُ

"Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula atas mereka hasil penjualannya." ( HR Imam Abu Daud, Imam Ahmad, dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban ), dan agar diketahui bahwasanya ALLAH tidak menjadikan sesuatu yang haram menjadi obat, sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ :

“ Berobatlah dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” ( HR Imam Abu Daud ) .

Inilah pendapat yang menurut kami dan sebatas ilmu yang kami miliki paling kuat.
Wallahu ‘alam.



Sumber :
http://www.facebook.com/groups/178870065487878/319467744761442/

»»  Baca Selengkapnya...