Hadits of The Day

مَنْ سَلَكَ طَرِيْـقًـا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّـلَ اللهُ لَهُ طَرِيْـقًـا إِلَى الْجَنَّـةِ

Selasa, 27 Desember 2011

Kiat Menghafal Al-Qur'an




Pertama: Mulai menghafal dari satu mushaf, tidak berganti-ganti. Karena inilah di antara sebab yang membuat kita cepat lupa. Perlu diketahui bahwa ketika kita telah menghafal satu halaman mushaf, maka kita biasanya akan bergantung dan ingatan kita akan selalu mengarah ke lembaran yang telah kita hafal. Posisi ayat yang telah dihafal akan diketahui di atas, ataukah di bawah, di kanan ataukah di kiri. Sehingga jika kita berganti-ganti mushaf, itu akan menyulitkan kita sendiri. Jadi pilihlah satu mushaf standar untuk hafalan kita seperti mushaf Madinah. Dan lebih bagus lagi memilih yang berukuran kecil agar bisa di bawa ke mana-mana dan mudah ditaruh di saku.

Kedua: Berusaha setiap harinya menetapkan target hafalan, misalnya sebanyak satu atau setengah halaman mushaf, atau mungkin hanya satu ayat setiap harinya, namun rutin dihafal.

Ketiga: Mulai membaca ayat pertama dan diulang sampai 20 kali. Lalu membaca ayat kedua, diulang sampai 20 kali, sampai membaca seluruh ayat dalam setengah halaman dengan pengulangan yang sama. Lalu mengulang ayat dalam setengah halaman tadi secara keseluruhan dengan pengulangan sebanyak 20 kali. Kemudian sisa setengah halaman yang ada dibaca dan dilakukan pengulangan dengan cara yang sama dengan sebelumnya.

Keempat: Jika ingin menambah hafalan baru pada hari berikutnya, maka sebelum menambah dengan hafalan baru, bacalah hafalan lama dari ayat pertama hingga terakhir sebanyak 20 kali. Hal ini supaya hafalan tersebut kokoh dan kuat dalam ingatan. Kemudian barulah memulai hafalan baru dengan cara yang sama seperti yang dilakukan ketika menghafal ayat-ayat sebelumnya.

Jika tidak melakukan seperti ini, bila kita hanya rajin menambah hafalan, itu bisa membuat hafalan sebelum-sebelumnya hilang. Jadi rajinlah muroja’ah (mengulang hafalan) daripada menambah hafalan baru atau rajinlah menggabungkan kedua-duanya. Kita bisa terus mengulang seperti ini dalam shalat-shalat sunnah kita seperti dalam shalat rawatib atau shalat tahajud.

Kelima: Setorkan hafalan pada guru atau partner yang bisa membenarkan bacaan jika salah, lebih baik lagi pada para hafizh quran.

Keenam: Pilih waktu terbaik untuk menghafal quran. Misalnya untuk mengulang hafalan adalah di waktu Shubuh, sedangkan menambahnya adalah di malam hari sebelum tidur, lalu disetorkan. Atau bisa pula gunakan waktu antara adzan dan iqomah, atau waktu sebelum atau sesudah shalat lima waktu untuk menambah dan mengulangi hafalan. Waktu-waktu senggang pun ketika berada di antrian, berada di taxi, itu pun bisa diisi dengan hafalan. Keep your time in the useful things ...

Ketujuh: Lebih baik menghafal dari surat An Naas (belakang mushaf) hingga bagian depan karena itu lebih mudah. Jika melakukan seperti ini, kita akan mulai menghafal dari ayat-ayat yang pendek dan mudah diingat. Apalagi kita akan sering mendengar ayat-ayat yang berada di belakang mushaf karena imam masjid seringnya membaca surat-surat pendek sehingga hal ini akan mudah mengokohkan hafalan kita.

Kedelapan: Menetapkan waktu untuk muroja’ah (mengulang hafalan). Misalnya satu hari punya target menambah hafalan sebanyak 1 halaman, sedangkan muroja’ah sebanyak 4 halaman s/d 1 juz. Ini bertujuan agar hafalan yang telah lalu tetap terus terjaga dan kita bisa kontinu untuk menambah hafalan baru. Lalu tetapkan waktu pula misalnya jika kita telah menghafal 5 juz Al Qur’an, maka tetapkan waktu selama 2 minggu untuk mengulang 5 juz itu saja, lalu setelah itu baru menambah hafalan yang baru. Intinya, jangan terburu-buru menambah hafalan sebelum mengulang hafalan yang telah ada.

Kesembilan: Setiap yang menghafalkan Al Qur’an pada 2 tahun pertama biasanya akan mudah hilang apa yang telah ia hafalkan, masa ini disebut masa "tajmi'" (pengumpulan hafalan), maka jangan bersedih karena sulitnya mengulang atau banyak kelirunya dalam hafalan, ini merupakan masa cobaan bagi para penghafal Al Qur’an, dan ini adalah masa yang rentan dan bisa menjadi pintu syetan untuk menggoda dan berusaha untuk menghentikan dari menghafal, maka jangan pedulikan godaannya dan teruslah menghafal, karena menghafal Al Qur’an merupakan harta yang sangat berharga dan tidak tidak diberikan kecuali kepada orang yang dikaruniai Allah Ta’ala.

Akhirnya kita memohon kepada-Nya agar termasuk menjadi hamba-hamba- Nya yang diberi taufiq untuk menghafal dan mengamalkan kitabNya dan mengikuti sunnah nabi-Nya dalam kehidupan yang fana ini.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al Qomar: 17).

Semoga Allah menjadikan kita menjadi ahli Al Qur’an, mudah menghafal dan mentadaburinya. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi:

Penjelasan Syaikh Dr. Al Muhsin bin Muhammad Al Qosim, imam dan khotib Masjid Nabawi pada situs ahlalhdeeth.com
Berbagai sumber bacaan di internet
Pengalaman penulis yang berusaha untuk menjadi ahli al quran.

@ Sabic Lab, Riyadh KSA, 5 Muharram 1433 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com , dipublish ulang oleh www.rumaysho.com
»»  Baca Selengkapnya...

Minggu, 25 Desember 2011

DIAMKU ADALAH CINTAKU



            Yahh… masa remaja adalah masa yang sangat mudah sekali terkena fitnah. Apalagi masa SMA ini yang mungkin saja jika aku tidak sekolah di sekolah yang sekiranya berbau Islam, mungkin saja aku bisa terjerumus ke dalam perbuatan maksiat. Padahal, ingatlah saudaraku… bahwa masa remajamu itu sangatlah sia-sia jika hanya kamu gunakan untuk hal yang tidak bermanfaat. Masa ini adalah masa pembentukan kepribadianmu..
            Tapi sekali lagi bahwa fitrah seorang manusia itu bisa saja datang kepada seorang yang menjaga hatinya sekalipun. Missal saja, seorang yang selalu ghodul bashor juga bisa terkena fitrah itu saudaraku. Tapi satu pesanku… jangan jadikan hal itu sebagai fitnah. Fitrah… ya fitrah… tapi jangan sampai itu menjadi fitnah.
            Ya… kita semua tahu kalau yang bisa membuat Allah ridho itu hanyalah sebuah ikatan suci. Tapi sekali lagi, gimana kalau hal itu datangnya belum pada waktu yang tepat? Fitrah itu datang ketika kita belum siap untuk menikah..
            Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)  
Hadist di atas menjelaskan kalau separuh agama kita itu ada pada pernikahan. Lantas gimana kalau separuh agama yang lain itu belum siap menerima separuhnya lagi??
            Aku ingatkan bahwa kita ini hidup bukan di jaman Shahabat yang mereka hanya menilai seseorang dari sisi agama saja. Mereka sama sekali tidak peduli dengan harta yang dimiliki. Karena mereka akan merasa tenang dunia akhirat dengan seseorang yang beriman walaupun dia miskin.. Gimana dengan sekarang? Sekarang terutama bagi seorang ikhwan juga harus memikirkan bagaimana cara menghidupi keluarganya yang baru itu. Jangan hanya memikirkan pengen mencegah berbuat zina aja.. tapi pikirkan juga nasib isterimu kelak -__-
Memang benar kalau pintu rezeki itu dengan menikah, seperti yang ada dalam hadist
Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,“Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah.”  (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim Q.S. An Nur: 32).
Itu benar, akan tetapi gimana dengan kehidupan sebelum kalian mendapatkan penghasilan? Calon isteri kalian juga memiliki hak untuk penghidupan yang layak… ya… yang diharuskan itu penghasilan bukan pekerjaan tetap. Lha, kalau yang ini aku setuju.
            Kembali ke awal.. gimana kalau kita belum siap untuk mengucapkan janji suci? Gimana kalau kita belum siap menyambut mitsaqon gholidzan (perjanjian suci) itu? Maka cintailah dia dalam diam kalian. Ya.. cintailah dalam diam-mu saudaraku.. karena dia belum halal bagimu. Allah belum menghalalkan wajahnya untuk selalu kalian pandangi. Allah belum menghalalkan tangannya untuk kamu sentuh dengan kasih sayang yang dengan sentuhan kasih sayang itu dosa diantara kalian bisa rontok. Sekali lagi Allah belum menghalalkan matanya untuk kalian pandangi dengan kasih sayang yang dengan pandangan kasih sayang itu Allah akan memandang kalian (isteri dan suami) dengan pandangan kasih sayang..
            Saudaraku, cintailah dia dalam diam-mu!! Yaitu dengan tidak memandanginya.. dengan tetap menjaga izzahnya.. Saudaraku, mereka (kaum akhwat) punya izzah yang harus mereka jaga. Jangan rusak izzah mereka.. ya.. jangan rusak kemulian mereka hanya dengan selalu memandanginya.
Cintailah dia dalam diam-mu… karena kita juga belum bisa menjamin dia yang selalu kita rindu itu apakah memang yang diharapkan Allah sebagai pasanganmu? Siapa yang bisa menjamin? Gak ada… maka dengan diam yang kalian lakukan, hal itu bisa dengan mudah menghilangkan rindu yang telah terlanjur tertanam dalam hati kalian #hwaaaaaa
Dengan diam-mu itu semoga Allah meridhoimu. Karena dengan tidak berbuat yang dilarang oleh syariat maka Allah jelas akan lebih merahmatimu… (Wallahu a’lam)
»»  Baca Selengkapnya...

Sabtu, 24 Desember 2011

SHOLAT RAWATIB SEHARI SEMALAM (2)



Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, dan kami minta pertolongan kepada-Nya, dan kami mohon ampunan kepada-Nya, dan kami berlindung dari keburukan diri kami dan dari keburukan amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada seseorangpun yang bisa menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk.
Shalawat dan Salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kepada keluarganya, kepada para Shahabat, dan juga kepada pengikutnya yang baik hingga hari Kiamat. Amma ba’du

MENGQADLA’ SHOLAT RAWATIB APABILA TERTINGGAL

  1. TERTINGGAL SHOLAT SUNNAH FAJAR
Disyariatkannya bagi orang yang tidak sempat mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelum Shubuh, untuk mengerjakannya setelah shalat Shubuh langsung atau setelah matahari terbit (baca: waktu Dhuha). Tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakannya setelah matahari terbit.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah bersabda,
“Barangsiapa tidak sempat mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelum Shubuh, maka hendaklah ia mengerjakannya setelah matahari terbit.” (Tirmidzi/ 424)
Hadist ini shahih. Dinilai shahih oleh al-Hakim (I/24), Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban. Juga dinilai shahih oleh Al-Albani.
Dari Qais bin Qahd radhiyallahu ‘anhu, bahwasahnya dia pernah mengerjakan shalat Shubuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sedang dia belum mengerjakan sholat rawatib dua rakaat sebelumnya. Dan setelah beliau mengucapkan salam, diapun mengucapkan salam bersama beliau. Selanjutnya, dia mengerjakan shalat rawatib Shubuh dua rakaat, sedang Rasulullah melihatnya, tetapi beliau tidak melarangnya melakukan hal tersebut.”  Diriwayatkan oleh Tirmidzi/422, Abu Dawud/ 1267. Dinilai shahih oleh al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Al-‘Allamah Ahmad Syakir menilai shahih dalam Tahqiq Sunan Tirmidzi. Begitu pula Al-Albani memasukkan hadist ini dalam Shahih Tirmidzi.

“Bahwa Nabi pada suatu ketika sedang dalam berpergian. Sekalian sahabat sama tertidur sampai tidak sempat melakukan shalat Fajar (Shubuh). Mereka bangun di saat matahari sudah terbit, merekapun lalu berjalan sedikit sampai matahari agak tinggi. Kemudian beliau menyuruh seorang muadzin untuk berdiri melakukan adzan dan seterusnya lalu melakukan dua rakaat sunat sebelum Fajar dan qamat serta melakukan shalat Shubuh (fajar).” Diriwayatkan Bukhori dan Muslim, Ahmad dari Umar bin Hushain.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin juga menjelaskan bahwa apabila sholat Shubuh tertinggal secara berjamaah, maka sholat sunnah fajar dilakukan sebelum sholat Subuh.
Catatan: Dari hadist diatas dapat dijelaskan bahwa bolehnya mengganti shalat sunnah yang tertinggal pada waktu yang terlarang shalat karena setelah Shubuh sampai terbit matahari dilarang sholat.
Saya sempat bertanya kepada Ustadz Aris Munandar mengenai bolehkah sholat sunnah fajar setelah Shubuh karena tertinggal. Beliau menjawab dengan singkat, “Boleh dengan syarat sering melakukan” Wallahu a’lam

KESIMPULAN:
  1. Bolehnya mengganti sholat sunnah fajar yang tertinggal dengan catatan dia memang sering melakukannya. Dan waktu pengerjaannya boleh langsung ataupun di waktu matahari terbit akan tetapi yang paling afdhol adalah setelah matahari terbit.
  2. Apabila tertinggal secara berjamaah, maka sholat sunnah dilakukan sebelum sholat Shubuh

  1. TERTINGGAL SHOLAT SUNNAH DZUHUR
Saya mengecek dalam buku Fiqhus Sunnah Jilid II halaman 23 poin V karangan Sayyid SAbiq.  disitu ada hadist
Ibnu Majah meriwayatkan pula dari ‘Aisyah, katanya:  “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam itu apabila ketinggalan sholat sunnah empat rakaat sebelum Dzuhur, maka dikerjakannya sesudah mengerjakan SUNNAH DUA RAKAAT SEHABIS DZUHUR”.   
Hadist ini dikomentari oleh Al-Albani dalam Tamamul Minnah jilid II (buku karangan Al-Albani yang mengulas tentang komentar dan kritikan tentang Fikih Sunnah Sayyid Sabiq), “karena disitu tidak dijelaskan kedudukan, mungkin saja penulis (Sayyid Sabiq) menganggap hadist itu shahih. Padahal tidak. Hadist ini riwayat Qais bin ar-Rabi’, Al-Hafidz berkata ia jujur tetapi terganggu ingatannya setelah tua. Al-Albani berkata: Hanya Ibnu Majah yang mencantumkan ‘sesudah dua rakaat’. Ini tambahan yang diingkari karena hadist riwayat Tirmidzi dari jalur lain yang juga dari ‘Aisyah dengan sanad shahih tidak menyebutkan ‘sesudah dua rakaat’. Wallahu a’lam, jika memang yang salah adalah Sayyid Sabiq semoga beliau mendapat ampunan dari Allah.

Dari ‘Aisyah: “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam jikalau ketinggalan shalat empat rakaat sebelum Dzuhur, maka dikerjakannya itu sesudah Dzuhur.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan katanya hadist ini hasan lagi ghorib. Al-Albani berkata shahih (seperti yang telah dijelaskan diatas).

Dari Kuraib, pembantu Ibnu Abbas, bahwa Abdullah bin Abbas, Abdurrahman bin Azhar dan al-Miswar bin Makhramah pernah mengirimnya untuk menemui ‘Aisyah, maka mereka berkata: “sampaikan salam kami semua kepadanya dan tanyakan tentang dua rakaat rawatib setelah ‘Ashar………………... Dan setelah berbalik beliau bersabda, “Wahai puteri Abu Umayyah, engkau bertanya tentang dua rakaat setelah ‘Ashar? Sesungguhnya aku telah didatangi oleh beberapa orang dari ‘Abdul Qais untuk meng-Islamkan beberapa orang dari kaumnya, sehingga aku tidak sempat mengerjakan shalat rawatib dua rakaat setelah Dzuhur, Dan yang kukerjakan itu adalah shalat rawatib Dzuhur.” Diriwayatkan Bukhori/ 1233, Muslim/834.

KESIMPULAN :
  1. Bolehnya mengganti sholat Qabliyah Dzhuhur setelah menunaikan Shalat Dzuhur
  2. Bolehnya mengganti sholat Ba’diyah Dzuhur setelah Shalat ‘Ashar

PENGERJAAN 4 RAKAAT ITU DUA DUA ATAU EMPAT LANGSUNG?

Mengenai hal ini ada perbedaan pendapat diantara ulama. Ada mereka yang mengatakan langsung dengan satu salam diantaranya adalam Imam Abu Hanifah. Sedangkan yang mengatakan dua rakaat dua rakaat adalah Imam Syafi’I dan pendapat Syafi’I inilah yang dipilih oleh jumhurul ulama’. Wallahu a’lam

Perbedaan pendapat itu bermula dari satu hadist Rasulullah ini, yaitu

Dan riwayat imam yang lima dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban, “Sholat malam dan siang itu dua dua.” Nasa’I berkata ini salah. (Lihat Bulughul Marom)
Al-Albani berkata dalam Tamamul Minnah: “Hadist yang semisal dalam Shahih Bukhori-Muslim yang juga dari Ibnu Umar tanpa kata an-nahar (siang)”. Al-Hafidz berkata dalam Al-Fath: “Mayoritas ahli hadist mengatakan tambahan itu mu’tal (cacat). Maka tambahan ini tidak shohih.”
Kemudian dalam Tamamul Minnah Al-Albani mengatakan, “Bahwa pendapat yang lebih utama adalah salam pada setiap dua rakaat bagi sholat-sholat yang dilakukan siang hari. Wallahu a’lam” (Tamamul Minnah Bab Sholat Rawatib Dzuhur).
KESIMPULAN:
Adanya perbedaan diantara ulama (Hanafiyah dengan Syafi’iyah) mengenai sholat rawatib 4 rakaat di siang hari. Adapun mayoritas ulama (jumhurul ulama) memilih pendapat Syafi’I sebagai pendapat yang lebih utama. Wallahu a’lam

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyut taufiq
Sumber :
  1. Bulughul Maram karangan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani
  2. Bughyatul Mutathawwi’ karangan Muhammad bin Umar bin Salam Bazmul
  3. Fiqhul Islam Syarh Bulughul Maram II karangan Abdul Qadir Syaibah al-Hamd
  4. Tamamul Minnah I karangan Muhammad Nashiruddin al-Albani

»»  Baca Selengkapnya...

Jumat, 23 Desember 2011

SHOLAT SUNNAH RAWATIB SEHARI SEMALAM


  1. SHOLAT  10 RAKAAT

Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa, “Saya hafal dari Rasulullah 10 rakaat (sholat sunnah) yaitu; 2 rakaat sebelum Dzuhur dan 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah Maghrib, 2 rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebelum Shubuh (Muttafaq ‘alaih) dan dalam riwayat yang lain bagi keduanya, “Dan dua rakaat setelah Jum’at di rumahnya” (Bukhori/ 937, Muslim/ 729)

Derajat hadist ini jelas shahih karena termuat dalam Ash-Shahihain. Hadist ini juga menjadi dalil dua rakaat setelah Jum’at
Sedangkan dalil yang mengatakan sholat 4 rakaat adalah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kamu sholat Jum’at, maka hendaklah ia sholat setelahnya empat rakaat.” (Muslim  /881, An-Nasa’I/ 1426, Abu Dawud/ 1131)

Hadist ini shahih karena diriwayatkan Muslim dan juga dinilai shohih oleh Al-Haafidz Ibnu Hajar.
  1. SHOLAT 12 RAKAAT

Dari Ummu Habibah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anhaa dia berkata, Rasulullah bersabda, "Tidaklah seorang hamba Muslim sholat karena Allah disetiap hari dua belas rakaat sunnah bukan fardhu kecuali Allah membangunkan untuknya sebuah rumah di surga, Atau kecuali dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga. (Muslim/728, an-Nasa’i/ 1802)
dalam riwayat At-Tirmidzi, dan dia menambahkan, "Empat rakaat sebelum Dhuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah 'Isya dan dua rakaat sebelum Shubuh. (At-Tirmidzi/ 415)


Derajat kedua hadist itu shohih. Ibnu Hajar : Shohih dalam Bulughul Marom, Albani: Shahih dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib.
C. MELAKSANAKANNYA DIRUMAH
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa Sallam mengambil suatu tempat (di masjid) yang diberikan tikar, lalu beliau sholat padanya, orang-orangpun berdatangan untuk sholat bersama beliau…..Al-Hadist.”Disebutkan padanya: “Sholat seseorang yang paling utama adalah di rumah kecuali sholat fardhu (Bukhori/731, Muslim/781). Shahih

MENJAGA DUA RAKAAT SEBELUM SHUBUH
  1. KEUTAMAAN

Dari ‘Aisyah dari Nabi beliau bersabda, “Dua rakaat (sebelum) Shubuh lebih baik daripada dunia beserta semua isinya”. Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzi. Dalam riwayat Muslim
“Keduanya benar-benar aku sukai daripada dunia seluruhnya”.
Hadist tersebut shahih menurut Al-Hafiz dan Albani

Dan darinya ia berkata, “Tidak pernah Rasulullah dalam menjaga sholat sunnah lebih kuat dari dua rakaat Fajar (Bukhori/ 1163, Muslim/ 724, Abu Dawud/1254, Ahmad/ 23750). Shahih
  1. KANDUNGAN BACAAN
Dari Abu Hurairah: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membaca di kedua rakaat sebelum Shubuh  Qul yaa ayyuhal kaafirun.. dan Qul huwallahu ahad…” (Muslim/ 726, An-Nasa’I/ 945, Abu Dawud/1256). Shahih

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anha, dia berkata Rasulullah bersabda, “Qul huwallahu ahad menyamai sepertiga Al-Qur’an dan Qul yaa ayyuhal kaafirun menyamai seperempat Al-Qur’an . Dan beliau membaca keduanya di dua rakaat (sebelum) Shubuh.” Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad hasan, At-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan lafadz ini adalah miliknya.
  1. DIANJURKAN BERBARING DIATAS LAMBUNG KANAN SETELAH SHOLAT SUNNAH FAJAR
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam apabila telah sholat dua rakaat sebelum Fajar, beliau berbaring diatas lambung kanannya.” Diriwayatkan oleh Bukhori, Ibnu Hajar berkata hadist ini shohih.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila salah seorang diantara kalian telah sholat dua rakaat sebelum Shubuh, hendaklah ia berbaring di atas lambung kanannya.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi. Ibnu Hajar berkata hadist ini shohih, Tirmidzi mengatakan hasan shohih ghorib, Al-Albani mengatakan shahih.
  1. MERINGANKAN SHOLAT SUNNAH FAJAR
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam meringankan dua rakaat sebelum Shubuh hingga aku berkata, “Apakah beliau membaca Ummul Kitab atau tidak?” (Bukhori/1165, Muslim/ 724, Abu Dawud 1256).
Hadist tersebut shahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah itu meringankan sholat sunnah Fajar ini akan tetapi perlu diperhatikan bahwa Rasulullah tetap membaca Ummul Kitab/Al-Fatihah karena syarat sahnya sholat adalah Al-Fatihah (Fiqhus Sunnah karangan Sayyid Sabiq dan dalam kalimat itu tidak ada kritikan dalam Tamamul Minnah fiy Ta’liq Fiqhus Sunnah)
SHOLAT RAWATIB DZUHUR
Sholat Rawatib Dzuhur ada beberapa cara, yaitu sholat rawatib 4 rakaat (2 sebelum, 2 sesudah); 6 rakaat (4 sebelum, 2 sesudah);  8 rakaat (4 sebelum,  4 sesudah). Masing-masing memiliki dalilnya, lantas apakah Hadist itu saling bertentangan?  Saya kira tidak karena mungkin saja Rasulullah pernah melakukan semuanya, atau keterbatasan sahabat dalam melihat sholat-sholat Rasulullah. Wallahu a’lam
  1. SHOLAT 4 RAKAAT (2 SEBELUM, 2 SESUDAH)
Hadist yang meriwayatkan tentang sholat Rawatib Dzuhur sebanyak 4 rakaat telah disebutkan di awal yaitu Hadist dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang menyebutkan Ibnu Umar hafal 10 rakaat sholat sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
  1. SHOLAT 6 RAKAAT (4 SEBELUM, 2 SESUDAH)
Hadist yang menjelaskan juga telah disebutkan di awal yaitu Hadist dari Ummu Habibah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha yang menyebutkan tentang 12 rakaat sholat sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan 4 rakaat sebelum Dzuhur dan 2 rakaat sebelum Shubuh.” Diriwayatkan Bukhori/ 1182


Dari Abdullah bin Sa’ib radhiyallahu ‘anhu,
Bahwa Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sholat empat rakaat setelah matahari tergelincir sebelum sholat Dzuhur, Beliau bersabda, “Ia adalah waktu dimana padanya pintu-pintu langit dibuka, maka aku ingin ada amalan sholihku yang naik ketika itu.” Diriwayatkan oleh Ahmad, dan at-Tirmidzi, ia berkata hadist ini hasan ghorib. Al-Albani: Shohih.
  1. SHOLAT 8 RAKAAT (4 SEBELUM, 4 SESUDAH)
Hadist yang menjelaskan tentang 4 rakaat sebelum Shalat Dzuhur telah dijelaskan di atas, sekarang kita membahas hadist 4 rakaat sesudahnya.

Dari riwayat imam yang lima darinya: “Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum Dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan ia dari api neraka.” (Abu Dawud /1269, Tirmidzi/247, an-Nasa’i/ 1816, Ibnu Majah/ 1160, Ahmad/26232). Hadist ini tercantum dalam Bulughul Marom I karangan Ibnu Hajar, Al-Albani mengatakan hadist ini Shohih.

Dalam riwayat lain milik an-Nasa’I,
“Tidak ada seorang hamba Mukmin yang Sholat empat rakaat setelah Dzuhur lalu wajahnya disentuh api neraka selamanya.” Hadist ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya.
SHOLAT RAWATIB ‘ASHAR
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam beliau bersabda,
“Semoga Allah merahmati seseorang yang sholat (sunnah rawatib) empat rakaat sebelum ‘Ashar.” Diriwayatkan oleh Ahmad/ 5944, Abu Dawud/1271, Tirmidzi/430 dan dia menghasankannya, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahih keduanya. Al-Albani : hadist ini hasan.
SHOLAT RAWATIB MAGHRIB
  1. SHALAT 2 RAKAAT SEBELUM (GHOIRU MUAKKAD)
Dari Abdullah bin Mughoffal al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Shalatlah sebelum Maghrib, shalatlah sebelum Maghrib”  Dikali ketiga beliau bersabda, “Bagi siapa yang mau.” Beliau tidak suka menjadikannya sunnah (yang terus meneruspenj).  Diriwayatkan oleh Bukhori/ 1183, Abu Daawud/ 1281, Ahmad/ 20029.
Dan dalam riwayat Ibnu Hibban, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sholat sebelum aghrib dua rakaat.” (Ibnu Hibban/ 617)
Hadist ini tercantum dalam Bulughul Marom Ibnu Hajar sehingga manurut saya beliau menyetujuinya. Akan tetapi dalam Nashbur Rooyah (II/157) mengatakan syadz (ganjil, jawa: nyleneh). Kemudian Al-Albani mengatakan, “Ia ada dalam Bukhori dan yang lainnya dalam Kutubus Sittah dari beberapa jalan lain” –telah berlalu 385-. Beliau berkata, “Hadist ini Shohih (berupa perkataan) sedangkan jika perbuatan hadistnya syadz. Lihat Ad-Dhoifah dan Ash-Shohihah. Jadi jika hadist itu “perkataan” maka menurut Albani itu Shohih, akan tetapi jika dalam bentuk “perbuatan” maka hadist ini syadz. Wallahu a’lam .
  1. SHOLAT DUA RAKAAT SEDUDAHNYA (MUAKKAD)
Dalilnya telah dijelaskan di awal baik itu Hadist dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu (yang menjelaskan sunnah rawatib itu 10 rakaat) maupun dari Ummu Habibah Ummul Mukminin radhiyalahu ‘anha (yang menjelaskan sholt rawatib itu 12 rakaat)
SHOLAT RAWATIB ‘ISYA
Sholat Rawatib ‘Isya yaitu dua rakaat sesudahnya. Dalilnya telah dicantumkan di awal baik dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu maupun Ummu Habibah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha.
PERINTAH SHOLAT DIANTARA MAGHRIB DAN ‘ISYA

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata mengenai firman Allah Ta’ala,
“Lambung-lambung mereka menjauhi tempat tidur,”
“Ia turun berkaitan dengan menunggu Shalat yang bernama Isya”. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dia mengatakan hadist hasan shohih ghorib. Al-Albani: Shohih.
Dan diriwayatkan juga oleh Abu Dawud, hanya saja dia berkata,
“Mereka menghidupkan (1) diantara Maghrib dan Isya mereka shalat” Hasan Al-Basri berkata, “Qiyamul Lail.”
Dalam buku asli, manuskrip (mukhtatoh) dan cetakan Imarah, ditulis yang artinya “Melakukan sholat sunnah”. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib II Bab Sholat Tathowu dengan Sub Bab Anjuran Sholat Diantara Maghrib dan Isya.

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
“Aku dating kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu aku sholat Maghrib bersamanya lalu beliau shalat sampai Isya”. Diriwayatkan oleh an-Nasa’I dengan sanad jayyid (baik).

Semoga bermanfaat, Wallahu waliyut taufiq

Sumber:
  1. Bulughul Marom I
  2. Shahih At-Targhib wa At-Tarhib II
  3. Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq jilid II yang kemudian saya cek apakah perkataan yang ada dalam buku itu dikritik/dikomentari atau tidak oleh Al-Albani dalam Tamamul Minnah fiy Ta’liq Fiqhus Sunnah jilid I
  4. Shalat Sesuai Tuntunan Nabi (Syakir Jamaluddin, MA)

»»  Baca Selengkapnya...